mulut kau busuk
macam anjing
entah, belum pernah aku mencium anjing
tapi aku pasti baunya umpama milikmu
mulut aku wangi,
harum bagai artis di pentas tari
entah, belum pernah aku mencium artis
tapi pastinya segala kepunyaanku indah berseri
mudah
menjatuhkan untuk merobohkan
meragukan untuk meyakinkan
mematika untuk menghidupkan
merendahkan untuk meninggi
membenci untuk disayangi.
kau anjing
aku apa kurangnya?
Friday, 7 October 2011
Friday, 16 September 2011
syaitan
sekonyong-konyong mereka bertempiaran
bila kuasa tuhan dilaung ke petala angkasa
sembunyi
diam
Diam? itu tak pasti.
yang pasti, mereka kembali lagi
mengoles celak pada lensa yang mengaji
mencucuk riak pada jasad sedang dipuji
menanam bentak pada tubuh sedang diuiji
melupus syukur saat hati terfikirkan Ilahi
gigih
gigih sangat? itu tak pasti
yang pasti, cekal hati mereka bagai sekam dalam api
setia dengan sumpah dan janji
berasak-sesak ke lohong berapi
jangan kau benci, bersungguh membahang emosi
hidup ini judi
kalah mati
kau tanggung sendiri
bila kuasa tuhan dilaung ke petala angkasa
sembunyi
diam
Diam? itu tak pasti.
yang pasti, mereka kembali lagi
mengoles celak pada lensa yang mengaji
mencucuk riak pada jasad sedang dipuji
menanam bentak pada tubuh sedang diuiji
melupus syukur saat hati terfikirkan Ilahi
gigih
gigih sangat? itu tak pasti
yang pasti, cekal hati mereka bagai sekam dalam api
setia dengan sumpah dan janji
berasak-sesak ke lohong berapi
jangan kau benci, bersungguh membahang emosi
hidup ini judi
kalah mati
kau tanggung sendiri
Monday, 12 September 2011
telanjang
ingin aku hidup telanjang
walau bergelandangan,
hati girang melihat setiap keindahan
bukan kulit putih
rambut tak cantik
pipi bukan pipih
tapi putih bersih
tompok hitam kelihatan bila telanjang
tak tersorok dari pandangan
sukar disembunyikan
tapi indah bila bertelanjang
mereka jadi pasti apa yang aku miliki
tahu aku jujur dari asal hakiki
tidak mungkin ditutup secebis kain untuk bersembunyi
biar lengkuk lurah dalam cetek cantik jelek kelihatan
biar susuk tak seindah pahlawan
setidaknya aku selesa bertelanjang
dari memakai persalinan
cuba menutup noda tanpa kesan
sekali terselak
selamanya retak, berkekalan
sudahnya aku juga yang mengajak engkau bertelanjang
berjalan di dunia manusia penuh titik hitam legam
apa nak dimalukan?
walau bergelandangan,
hati girang melihat setiap keindahan
bukan kulit putih
rambut tak cantik
pipi bukan pipih
tapi putih bersih
tompok hitam kelihatan bila telanjang
tak tersorok dari pandangan
sukar disembunyikan
tapi indah bila bertelanjang
mereka jadi pasti apa yang aku miliki
tahu aku jujur dari asal hakiki
tidak mungkin ditutup secebis kain untuk bersembunyi
biar lengkuk lurah dalam cetek cantik jelek kelihatan
biar susuk tak seindah pahlawan
setidaknya aku selesa bertelanjang
dari memakai persalinan
cuba menutup noda tanpa kesan
sekali terselak
selamanya retak, berkekalan
sudahnya aku juga yang mengajak engkau bertelanjang
berjalan di dunia manusia penuh titik hitam legam
apa nak dimalukan?
Wednesday, 17 August 2011
Savanna
i've walk too far, in a Savanna
reaching to the end of the horizon,
chasing rainbows and shooting stars
field full of carnation with a jar of inspiration
you came to me, like and angel singing something sweet
flower blooms as the sky bright up high
scattering hopes and shattering despairs
in a wonderland we would be
where everything is supposed to be what we need
hush of breath, hush of love
let the spirit feel free like a pair of dove
ambiance of resilience
filling the air catches sweet moment
and let glory be the guidance
holding hands, speaking future
kissing lips, hold on together
for we shall let the sky turned grey
then the rain will wash the guilt away
O love stay beside
for i will hum melodies you like
and the twilight comes with the dark passing by
i'll be your shoulder if you need to cry
i keep awake so i can count your beat
we will be forever, never defeated.
hush my love in a Savannah we'll set free
breath easy
reaching to the end of the horizon,
chasing rainbows and shooting stars
field full of carnation with a jar of inspiration
you came to me, like and angel singing something sweet
flower blooms as the sky bright up high
scattering hopes and shattering despairs
in a wonderland we would be
where everything is supposed to be what we need
hush of breath, hush of love
let the spirit feel free like a pair of dove
ambiance of resilience
filling the air catches sweet moment
and let glory be the guidance
holding hands, speaking future
kissing lips, hold on together
for we shall let the sky turned grey
then the rain will wash the guilt away
O love stay beside
for i will hum melodies you like
and the twilight comes with the dark passing by
i'll be your shoulder if you need to cry
i keep awake so i can count your beat
we will be forever, never defeated.
hush my love in a Savannah we'll set free
breath easy
Friday, 5 August 2011
Ramadhan
di kepetangan
mungkin sedikit lewat
merah olesan gelombang bila suria mengufuk keluar sudah lenyap
beduk tanda perjuangan seharian selesai jua
berkumpul
hidang juadah, santap dengan kesyukuran
terima kasih Tuhan,
berikan kami nikmat tempuh kepayahan seharian
kulihat bulan berbucu tajam di malam penuh keberkatan
menunggu pepohon sujud untuk merebut nikmat seribu bulan
tak kunjung tiba
biar, ku lakukan semua dengan keikhlasan
andai dipasak dengan pengharapan aku pasak dengan kesyukuran
hidup matiku, sujud sembahku, degup jantungku, alir darah di nadiku,
semua untuk Mu.
Rabb, sekalian alam
mungkin sedikit lewat
merah olesan gelombang bila suria mengufuk keluar sudah lenyap
beduk tanda perjuangan seharian selesai jua
berkumpul
hidang juadah, santap dengan kesyukuran
terima kasih Tuhan,
berikan kami nikmat tempuh kepayahan seharian
kulihat bulan berbucu tajam di malam penuh keberkatan
menunggu pepohon sujud untuk merebut nikmat seribu bulan
tak kunjung tiba
biar, ku lakukan semua dengan keikhlasan
andai dipasak dengan pengharapan aku pasak dengan kesyukuran
hidup matiku, sujud sembahku, degup jantungku, alir darah di nadiku,
semua untuk Mu.
Rabb, sekalian alam
Saturday, 30 July 2011
kasturi syurga
hanyut dalam kederasan noda
akal dihulur tapi tak tersambut
malaikat pimpinlah tanganku bawa kemana sahaja
ke dunia jika bukan ke syurga
aku tidak berdaya saat bara ini menghitung kira untuk hinggap di sini-sana
bawaku terbang dengan sayap-sayap mu ke bulan bintang
menerawang jauh tidak ke petala terlarang
asal aku hilang dari segala tanggungan
peluklah, lindungi daku
bila bulan ketawa menyindir dan hujan pun turun meminggir
aku kebasahan dalam perhentian penuh persinggahan
pimpin aku ke jalan damai nun jauh di sana
walau susah perit bahu memasak dosa
aku juga kepingin untuk mencium kasturi syurga
lekas,
bawalah aku terbang kesana...
akal dihulur tapi tak tersambut
malaikat pimpinlah tanganku bawa kemana sahaja
ke dunia jika bukan ke syurga
aku tidak berdaya saat bara ini menghitung kira untuk hinggap di sini-sana
bawaku terbang dengan sayap-sayap mu ke bulan bintang
menerawang jauh tidak ke petala terlarang
asal aku hilang dari segala tanggungan
peluklah, lindungi daku
bila bulan ketawa menyindir dan hujan pun turun meminggir
aku kebasahan dalam perhentian penuh persinggahan
pimpin aku ke jalan damai nun jauh di sana
walau susah perit bahu memasak dosa
aku juga kepingin untuk mencium kasturi syurga
lekas,
bawalah aku terbang kesana...
Thursday, 28 July 2011
darah dendam
jika berkesempatan
aku ingin merodok tembus batang tubuhmu dengan bilah paling tajam binaan dari besi paling perkasa
dan aku biarkan darahmu tidak terpancut
sekadar mengalir deras mengikut alur sakaratul maut
pasti aku akan kumpulkan secangkir darah hanyir yang mengalir saat kau mengesak memohon belas kemanusiaan
lalu darah mu kuteguk dalam
rasa hangat bagai dendam
mabuk, bagai syurga terbang melayang
aku pasti kempunan jasad hidupmu berlegar di ruang dunia
kau kuhunus dengan seksa paling dahsyat tak tercapai pemikiran manusia
baru kau mengerti
betapa gegar gempitanya amarahku dalam hati
kau jangan berlagak biasa
senyummu paling hina pernah tercipta
jelek
kau jelek bagiku
malam ini
jangan ditanya mengapa aku punya rasa benci
cukup sekadar engkau sedar diri
yang sebentar lagi, kau pasti tak bernyawa lagi
inderaku akan bermandikan roh mu
bakal bersaksi bahawa kau pergi dengan lirikan senyumku di pipi
harga sebuah dendam,
tidak akan pernah dapat kau hitung
biar ku gadai harga kebebasan sendiri
asal kau keras hitam, lebam, tidak bernyawa lagi
aku ingin merodok tembus batang tubuhmu dengan bilah paling tajam binaan dari besi paling perkasa
dan aku biarkan darahmu tidak terpancut
sekadar mengalir deras mengikut alur sakaratul maut
pasti aku akan kumpulkan secangkir darah hanyir yang mengalir saat kau mengesak memohon belas kemanusiaan
lalu darah mu kuteguk dalam
rasa hangat bagai dendam
mabuk, bagai syurga terbang melayang
aku pasti kempunan jasad hidupmu berlegar di ruang dunia
kau kuhunus dengan seksa paling dahsyat tak tercapai pemikiran manusia
baru kau mengerti
betapa gegar gempitanya amarahku dalam hati
kau jangan berlagak biasa
senyummu paling hina pernah tercipta
jelek
kau jelek bagiku
malam ini
jangan ditanya mengapa aku punya rasa benci
cukup sekadar engkau sedar diri
yang sebentar lagi, kau pasti tak bernyawa lagi
inderaku akan bermandikan roh mu
bakal bersaksi bahawa kau pergi dengan lirikan senyumku di pipi
harga sebuah dendam,
tidak akan pernah dapat kau hitung
biar ku gadai harga kebebasan sendiri
asal kau keras hitam, lebam, tidak bernyawa lagi
Friday, 22 July 2011
sinar galaktika
habis kering lautan tinta belum pun cukup menulis gulungan wahyu
lebarnya tak berpenjuru
asal dari yang satu
di sisi angkasa kita umpama debu berhamburan di galaktika
merah jingga supernova alirnya debu-debu nyawa, tunjuk kuasa
putar yang tanpa di pasak roda
bergantungan geraknya tanpa utas-utas sambungan
kembara jauh keluar atmosfera menuju ke gelap ruang mega
walau berjuta tahun cahaya melewati sisi dengan sedikit bekal rekaan sendiri
sungguh, tidak mampu engkau sampai menginjak ke sidratul muntaha, biar kembara bersama NASA
dari dada ruang angaksa kita zarah dalam zarah seni, halus dan hampir pupus
saat lahirnya bintang bak kelopak mawar merah dioles,
nuansa percikannya membuih gelombang umpama asuhan Monet pada kanvasnya
sunyi diulit sepi,
gegar diselimut sunyi
pada sisi angkasa
pencaknya halus, diam dan tenang
aturnya bagai dirancang, tembungnya sudah dicanang
bila jasad-jasad mega di angkasa berantakan
saat paksi tak lagi memasak,
tika itu sang suria amuk kemegahan
sinar panas membahang,
bintang-bintang bergantungan putus dari ikatan halimunan
tika angkasa ini dugulung umpama lembaran kertas,
jadi saksi
masa sudah terhenti
perjalanan sudah habis di sini
dunia telah berakhir
berteriakan
berhamburan
tempik lolong
hingar bingar
sesal yang tak berkesudahan
dari sisi angkasa
dunia jadi bongkah kecil,
letup,
Kaabah sudah diangkat ke langit,
gunung jadi pasak kini lesap
lautan tinta kini tersejap
saat kita leka mendabik dada
di sisi angkasa kita sekadar noktah gelap di sinar galaktika
tinta sudah kering, lautan sudah habis
hai manusia,
kau takkan pernah mampu mencabar wahyu tuhan
walau kau berjalan,menongkat langit
kaki mu tetap ditarik graviti ke bumi
sujud sembahmu tetap pada Ilahi
walau kamu di puncak dunia
di sisi angkasa kau entah siapa-siapa
sekadar coretan titik tinta
sekadar figura dipuja manusia
kamu lupa pada pencipta
ego dengan dunia
bangga dengan posesi,
lupa pada posisi
saat gulungan langit yang kau puja disimpul mati,
barulah kau akan mengerti
semua ilmu Illahi tidak akan dapat engkau miliki
lebarnya tak berpenjuru
asal dari yang satu
di sisi angkasa kita umpama debu berhamburan di galaktika
merah jingga supernova alirnya debu-debu nyawa, tunjuk kuasa
putar yang tanpa di pasak roda
bergantungan geraknya tanpa utas-utas sambungan
kembara jauh keluar atmosfera menuju ke gelap ruang mega
walau berjuta tahun cahaya melewati sisi dengan sedikit bekal rekaan sendiri
sungguh, tidak mampu engkau sampai menginjak ke sidratul muntaha, biar kembara bersama NASA
dari dada ruang angaksa kita zarah dalam zarah seni, halus dan hampir pupus
saat lahirnya bintang bak kelopak mawar merah dioles,
nuansa percikannya membuih gelombang umpama asuhan Monet pada kanvasnya
sunyi diulit sepi,
gegar diselimut sunyi
pada sisi angkasa
pencaknya halus, diam dan tenang
aturnya bagai dirancang, tembungnya sudah dicanang
bila jasad-jasad mega di angkasa berantakan
saat paksi tak lagi memasak,
tika itu sang suria amuk kemegahan
sinar panas membahang,
bintang-bintang bergantungan putus dari ikatan halimunan
tika angkasa ini dugulung umpama lembaran kertas,
jadi saksi
masa sudah terhenti
perjalanan sudah habis di sini
dunia telah berakhir
berteriakan
berhamburan
tempik lolong
hingar bingar
sesal yang tak berkesudahan
dari sisi angkasa
dunia jadi bongkah kecil,
letup,
Kaabah sudah diangkat ke langit,
gunung jadi pasak kini lesap
lautan tinta kini tersejap
saat kita leka mendabik dada
di sisi angkasa kita sekadar noktah gelap di sinar galaktika
tinta sudah kering, lautan sudah habis
hai manusia,
kau takkan pernah mampu mencabar wahyu tuhan
walau kau berjalan,menongkat langit
kaki mu tetap ditarik graviti ke bumi
sujud sembahmu tetap pada Ilahi
walau kamu di puncak dunia
di sisi angkasa kau entah siapa-siapa
sekadar coretan titik tinta
sekadar figura dipuja manusia
kamu lupa pada pencipta
ego dengan dunia
bangga dengan posesi,
lupa pada posisi
saat gulungan langit yang kau puja disimpul mati,
barulah kau akan mengerti
semua ilmu Illahi tidak akan dapat engkau miliki
Monday, 18 July 2011
abah
entah sempat atau tidak menjamah puding roti air tangan bonda
lalu sesak
dada seakan berombak
dunia umpama hilang dalam bayang-bayang,
putus tali, layang-layang hilang arah tujuan
saat itu aku masih berlagak biasa, nada bersahaja,
tidak mengerti bahawa ini perhentian terakhir
saat alunan firman Tuhan memenuhi atmosfera
aku duduk termangu merenung pekat malam angkasa
dijemput sudah,
tak nampak tapi tinggal kesan,
tinggal hiba, tinggal pesan,
tinggal cinta, tinggal sayang,
moga kau dijemput dengan rasa kasih dan sayang
moga kau tiada rasa derita seperti orang yang ditinggalkan
moga kau senyum saat bulan bertemu bintang
hari yang pedih, perit.
jatuhnya dalam lohong kegelapan yang dalam
tak siapa yang mampu menggapai capaian jari-jari insan.
saat kau pergi
kami lepaskan
walau kau tak kembali,
kami merelakan.
apa khabarmu di sana?
jemputlah aku di pintu syurga,
abah.
lalu sesak
dada seakan berombak
dunia umpama hilang dalam bayang-bayang,
putus tali, layang-layang hilang arah tujuan
saat itu aku masih berlagak biasa, nada bersahaja,
tidak mengerti bahawa ini perhentian terakhir
saat alunan firman Tuhan memenuhi atmosfera
aku duduk termangu merenung pekat malam angkasa
dijemput sudah,
tak nampak tapi tinggal kesan,
tinggal hiba, tinggal pesan,
tinggal cinta, tinggal sayang,
moga kau dijemput dengan rasa kasih dan sayang
moga kau tiada rasa derita seperti orang yang ditinggalkan
moga kau senyum saat bulan bertemu bintang
hari yang pedih, perit.
jatuhnya dalam lohong kegelapan yang dalam
tak siapa yang mampu menggapai capaian jari-jari insan.
saat kau pergi
kami lepaskan
walau kau tak kembali,
kami merelakan.
apa khabarmu di sana?
jemputlah aku di pintu syurga,
abah.
Tuesday, 12 July 2011
refleksi
bila tanah tumpah darah gegar gempita dengan panji kebebasan,
ku ludah ke langit,
ternyata
jatuh ke muka sendiri
ku ludah ke langit,
ternyata
jatuh ke muka sendiri
Monday, 4 July 2011
pejuang
lantas bila picu ditarik
meletup
dia jadi tersejat
umpama kepulan asap dari bahang neraka
cebisan daging, hancur lumat
umpama diratah, darah leleh jadi terpercik
yang diikat di badan, jangan diusik, nanti meletup.
letupannya membunuh jiwa di persekitaran
saat iblis menepuk bahu, membisik kata pujangga,
pujangga yang siti hawa pun tergoda, inikan pula manusia biasa
maka letupan kuat itu membunuh manusia di sekitarnya.
dendam sudah berbalas.
iblis sudah berteriakan senang
kau kata mahu berjihad
mereka laknatullah, kau ulang seribu kali panji yang sama
lalu bila kau melihat sengsara, hati jadi ranting yang rentung
kering dan mati
jangan,
jangan ditarik picu bom di badanmu
adakah kau fikir bidadari dari syurga sedang memanggil?
layakkah untukmu gelaran para syuhada?
bila sudah terlambat,
dendam yang tertunas sudah terlunas,
bau hanyir darah menusuk ke atmosfera
kau tunduk pada iblis
yang kini mengilai di puncak tertinggi dalam neraka
kau beri peluang
untuk mereka terus percaya pada islamophobia
walau kau sudah tiada, jejak, kesan tinggalanmu
masih terus menjadi bual bicara
sedang kau, apalah nasibmu di alam sana
amankah jasad ukhrawimu ditimbang-tara?
ah, siap siaga!
meletup
dia jadi tersejat
umpama kepulan asap dari bahang neraka
cebisan daging, hancur lumat
umpama diratah, darah leleh jadi terpercik
yang diikat di badan, jangan diusik, nanti meletup.
letupannya membunuh jiwa di persekitaran
saat iblis menepuk bahu, membisik kata pujangga,
pujangga yang siti hawa pun tergoda, inikan pula manusia biasa
maka letupan kuat itu membunuh manusia di sekitarnya.
dendam sudah berbalas.
iblis sudah berteriakan senang
kau kata mahu berjihad
mereka laknatullah, kau ulang seribu kali panji yang sama
lalu bila kau melihat sengsara, hati jadi ranting yang rentung
kering dan mati
jangan,
jangan ditarik picu bom di badanmu
adakah kau fikir bidadari dari syurga sedang memanggil?
layakkah untukmu gelaran para syuhada?
bila sudah terlambat,
dendam yang tertunas sudah terlunas,
bau hanyir darah menusuk ke atmosfera
kau tunduk pada iblis
yang kini mengilai di puncak tertinggi dalam neraka
kau beri peluang
untuk mereka terus percaya pada islamophobia
walau kau sudah tiada, jejak, kesan tinggalanmu
masih terus menjadi bual bicara
sedang kau, apalah nasibmu di alam sana
amankah jasad ukhrawimu ditimbang-tara?
ah, siap siaga!
tak semanis marshmallow
ruyung sudah pecah,
bertaburan
tadi pecah kerana terhantuk, bukan disengajakan
tapi engkau terlalu malas mengutipnya
tidak ku suruh mengutip kepingan ruyung,
nanti berdarah, engkau sendiri yang merana
tapi engkau terlalu malas
mungkin juga penakut
atau lemas dalam hedonisma
engkau buta dan membutakan
engkau sesat dan menyesatkan
engkau leka dan melekakan
tapi engkau seronok dan menyeronokkan
kutiplah kepingan ruyung dengan iman
biar pecah, tampallah
biar buruk, cucilah,
biar busuk, wangikanlah
dulu, saat engkau tergoda dengan dunia
kau membiarkan
kau merelakan
katamu aku ketinggalan
kataku kau kelemasan
kau mampu senyum saat dunia dalam tangisan
tanpa sedar kau sudah hilang dari kewujudan seorang insan
pulanglah, pangkal jalan masih menanti,
sebab ruyung sudah dipecahkan
sagu pun melimpah
kutip sahaja
kerana walau sagu tak semanis marshmallow,
itu sahajalah yang engkau ada
bertaburan
tadi pecah kerana terhantuk, bukan disengajakan
tapi engkau terlalu malas mengutipnya
tidak ku suruh mengutip kepingan ruyung,
nanti berdarah, engkau sendiri yang merana
tapi engkau terlalu malas
mungkin juga penakut
atau lemas dalam hedonisma
engkau buta dan membutakan
engkau sesat dan menyesatkan
engkau leka dan melekakan
tapi engkau seronok dan menyeronokkan
kutiplah kepingan ruyung dengan iman
biar pecah, tampallah
biar buruk, cucilah,
biar busuk, wangikanlah
dulu, saat engkau tergoda dengan dunia
kau membiarkan
kau merelakan
katamu aku ketinggalan
kataku kau kelemasan
kau mampu senyum saat dunia dalam tangisan
tanpa sedar kau sudah hilang dari kewujudan seorang insan
pulanglah, pangkal jalan masih menanti,
sebab ruyung sudah dipecahkan
sagu pun melimpah
kutip sahaja
kerana walau sagu tak semanis marshmallow,
itu sahajalah yang engkau ada
Saturday, 2 July 2011
buih dan gelombang
kelihatannya panjang, jalan cuma sedikit
tapi sudah sampai
butir-butir putih, nampak keras
tetapi bila dipijak,
alirnya di celah jari-jari kaki
tinggal kesan tapak,
lompong tapi tak dalam,
lohong tapi tak terbiar
bila gelombang menghempas
lompong jadi hilang
lohong jadi terang
gelombang,
dari jauh nampaknya deras, kasar, kejam
desirnya, dari jauh bikin hati tak keruan,
jadi marah, jadi sayang
gelombang
bila sampai ke kaki jadi buih
buih biasa-biasa sahaja
buih tak bermakna
buih banyak, tapi tidak bermakna
sekali tersentuh, dia ghaib
hilang, kitar riwayat tertutup sudah
mudahnya buih menyerah kalah
kita buih di gelombang
kita buih di arus perdana
kita sesat dan mencari pemimpin-
gelombang?
layakkah sang gelombang memimpin?
arus deras, bergerak tangkas,
sudahnya, kita juga bersendirian
sesat dalam kegembiraan,
hilang dalam kegirangan
pupus dalam kesenangan
kita buih,
banyak, putih, cantik berbisik sesekali berdesir,
namun di balik celahan pasir,
kita hilang ditenggelamkan sang gelombang kita sendiri.
tak berbunyi,
hilang tanpa dikesan lagi.
catatan: tidak guna jika kita ramai dan bersatu tapi kita semua tidak berkualiti. macam buih di lautan, sekali berlabuh di pantai, hilang dalam kewujudan sang gelombang
Wednesday, 29 June 2011
kenangan semalam
jangan ditanya tentang semalam
bila bulan separa terang
hilai tawa, gelak suka seolah makin terang dari bintang
nuansanya, lebih indah dari aurora
sinarnya tak siapa mampu mencipta
terkadang hati terdetik imbasan lalu
jalan masih sama
figura sudah berbeza
dahulunya jalan ini riuh rendah
kini masih menyeronokkan, cuma dalam cara tak sama
hati ini senyum sendiri.
akal fikir sendiri
hati terbayang semua kenangan,
seolah dunia dalam dakapan kalian
usah,
jangan menagih rindu pada sang bulan, biarkan pungguk sahaja
biarlah dalam lipatan perasaan,
kususun dalam, terpendam,
tak siapa pun yang akan faham
kenangan semalam menjadi saksi
sejarah bakal terulang lagi
sejarah mungkin tercipta lagi
biar orang lama di hati
biar orang baru di sisi
biar aku sendiri di sisi sunyi
bintang, mungkin turut mendengar hilai tawa.
bulan, mungkin senyum malu terdengar gurauan
kita berjalan, ayuh kalian,
walau jejak dan peninggalan masih terkesan
bila aku disini,
sejarah akan kembali
jelmalah di sini, dalam hati.
ku meriduimu.
sajak ini diinspirasi daripada perjumpaan AGM Kelab Debat dan Pidato semalam. sedang kami semua menghantar siswi ke kompleks masing-masing, aku terkenangkan semua kawan-kawan debat yang pernah melangkah di jalan yang sama. rindu, bisiskku. sedih, senyumku.
bila bulan separa terang
hilai tawa, gelak suka seolah makin terang dari bintang
nuansanya, lebih indah dari aurora
sinarnya tak siapa mampu mencipta
terkadang hati terdetik imbasan lalu
jalan masih sama
figura sudah berbeza
dahulunya jalan ini riuh rendah
kini masih menyeronokkan, cuma dalam cara tak sama
hati ini senyum sendiri.
akal fikir sendiri
hati terbayang semua kenangan,
seolah dunia dalam dakapan kalian
usah,
jangan menagih rindu pada sang bulan, biarkan pungguk sahaja
biarlah dalam lipatan perasaan,
kususun dalam, terpendam,
tak siapa pun yang akan faham
kenangan semalam menjadi saksi
sejarah bakal terulang lagi
sejarah mungkin tercipta lagi
biar orang lama di hati
biar orang baru di sisi
biar aku sendiri di sisi sunyi
bintang, mungkin turut mendengar hilai tawa.
bulan, mungkin senyum malu terdengar gurauan
kita berjalan, ayuh kalian,
walau jejak dan peninggalan masih terkesan
bila aku disini,
sejarah akan kembali
jelmalah di sini, dalam hati.
ku meriduimu.
sajak ini diinspirasi daripada perjumpaan AGM Kelab Debat dan Pidato semalam. sedang kami semua menghantar siswi ke kompleks masing-masing, aku terkenangkan semua kawan-kawan debat yang pernah melangkah di jalan yang sama. rindu, bisiskku. sedih, senyumku.
Subscribe to:
Posts (Atom)